Tafsir SURAT (89) AL – FAJR (WAKTU FAJAR)

Oleh  : DR. Basharat Ahmad

Surat ini diturunkan di Mekkah. Didalam surat sebelumnya, Al-Ghashiyah (Peristiwa menakutkan yang melingkupi), tekanan utama diletakkan pada topik – agama fitrah yang bekerja sesuai dengan perintahNya – yang berakibat akan digelarnya amal perbuatan kita di kemudian hari. Nabi Suci Muhammad s.a.w. telah diberitahu untuk mengajak manusia menuju agama ini tidak dengan paksaan. Sebaliknya, kewajiban beliau hanyalah mengajak umat manusia kepada agama ini dan mengingatkan mereka atas fitrah mereka yang sesuai dengan Islam. Namun, para penolak dan mereka yang berkeberatan untuk mendengarkan kebenaran yang disiarkan oleh Nabi Suci serta para sahabatnya tidak diperkenankan untuk memaksakan penggunaan kekerasan untuk menyampaikan kebenaran ini kepada mereka, akan tetapi justru para penentang itu tidak pernah bosan menggunakan kekerasan dalam melakukan aksinya untuk mencegah beliau membawakan risalah dakwahnya.

Akibatnya, sebagai sarana untuk mempertahankan Islam tersebut Nabi Suci saw. dan para sahabat dipaksa menggunakan tindakan yang tidak biasa, yang dalam istilah Islam disebut jihad fi sabil-lil-Lah (berperang di jalan Allah). Yakni, demi menjaga dan mempertahankan kebenaran maka diperlukan perjuangan (Perang) dimana untuk mengatasi segala macam kesulitan diperlukan segala jenis pengorbanan baik harta maupun jiwa dan beribadah untuk memohon kekuatan dengan doa kepada Allah, Yang Maha-tinggi. Sebagai tambahan atas perkara ini, selain pada masa Nabi Suci, sesungguhnya pada setiap abad diperlukan pula suatu  jihad (perjuangan) kaum muslimin yang lain, yakni suatu mandat untuk senantiasa berjuang melawan hawa-nafsunya sendiri untuk menegakkan Islam. Dalam rangka menaklukkan hawa nafsu dan dorongan jahat yang memerintahkan kejahatan pada dirinya, kaum Mukmin harus mengalami berbagai macam cobaan dan penderitaan dengan melakukan segala macam pengorbanan. Dan diatas segalanya dia harus melakukan ibadah dan berdoa dengan sungguh-sungguh yang merupakan sarana yang paling utama untuk mendekatan diri kepada Allah. Oleh karena itu, seorang mukmin harus selalu ingat untuk terus menerus berjuang mengendalikan hawa nafsu dalam dirinya seperti yang disebutkan dalam surat ini, Al-Fajr (Waktu Fajar), dan merenungkan perjuangan yang telah dilakukan oleh Nabi Suci beserta para Sahabat.  Begitu pula surat ini membawakan berita gembira yang akan diberikan kepada mereka menyangkut sukses yang setinggi-tingginya yang akan diraih. Diterangkan pula metode yang dijalankan oleh seorang mukmin yang bertempur melawan hawa-nafsunya sendiri dan mencapai keberhasilan akan bisa dicontoh oleh setiap Muslim yang lain yang berjihad di jalan Allah dan karenanya dia juga akan mencapai sukses dalam perjuangan tersebut, baik dalam menaklukkan nafsunya maupun terhadap kaum kafir. Inilah jalan, yang harus dilalui oleh manusia, yang akan menolongnya mendaki ketingkat spiritual yang lebih tinggi dalam perjalanannya untuk menuju kepada Allah dan mencapai keridhaanNya. Baca lebih lanjut

Tafsir SURAT (88) AL – GHASYIYAH (PERISTIWA YANG MELINGKUPI)

Oleh  : DR. Basharat Ahmad

Surat ini diturunkan di Mekkah dan berhubungan sangat erat dengan surat sebelumnya , yakni Al-A’la (Yang Maha-tinggi). Dan begitu pentingnya topik yang dibahas di sini, sehingga Nabi Suci Muhammad s.a.w. sering membacanya dalam shalat Jum’at berjamaah dan membacanya dalam kedua salat Ied. Maksudnya ialah di saat orang banyak berkumpul merupakan kesempatan yang baik untuk meresapkan dalam ingatan mereka masalah pokok didalam surat ini. Dalam surat Al-A’la (Yang Maha-tinggi), kita diperintahkan untuk mengagungkan Allah dan selanjutnya dinyatakan bahwa kesempurnaan dari doa ini dapat dicapai melalui surat Al Ghashiyah, yakni bahwa kita harus bertindak sesuai dengan petunjuk yang diberikan Allah kepada kita sehingga dapat memenuhi tujuan untuk apa kita diciptakan. Dalam surat ini (Al Ghashiyah) kita diberi tahu bahwa kita harus bertanggung-jawab atas amal perbuatan kita dan karenanya kita harus berusaha membentuk tingkah-laku sesuai dengan pola petunjuk yang diberikan Allah kepada kita didalam Qur’an Suci. Kemudian bila kelakuan kita baik dan teguh berlandaskan petunjuk Ilahi ini, maka kita akan mencapai tujuan dari kehadiran kita didunia ini dan kehidupan pada masa depan kita akan membahagiakan. Jika tidak, kita akan celaka. Baca lebih lanjut

Serial Islamologi – Bab I, Qur’an Suci (2)

Oleh : Maulana Muhammad Ali MA LLB.

Buku manakah yang bukan saja selama tigabelas abad dalam sejarah manusia, tetap diakui menjadi standard bahasa yang ditulis dalam buku itu, bahkan menjadi sumbernya perpustakaan yang luas di dunia? Buku-buku yang baik yang usianya hanya separoh usia Qur’an Suci, kini tak lagi menjadi standard bahasa dari bahasa yang ditulis di dalam buku itu. Prestasi yang dicapai oleh Qur’an Suci benar-benar tak ada taranya dalam seluruh sejarah bahasa yang ditulis.

Hadits tentang nasikh-mansukh

Imam Tabrasi berkata: “Semua Hadits yang menerangkan nasikh-mansukh itu lemah sekali (dla’if)“. Tetapi aneh sekali bahwa teori nasikh-mansukh itu masih tetap dipakai oleh para pengarang yang satu lepas pengarang yang lain tanpa pernah dipikir bahwa tak satu Hadits pun, betapa pun lemahnya Hadits yang menyentuh persoalan nasikh-mansukh ini, dapat ditelusuri sampai kepada Nabi. Tak pernah terpikir oleh para ulama yang mengangkat teori nasikh-mansukh ini, bahwa ayat-ayat Qur’an diundangkan oleh Nabi, dan beliaulah yang memiliki wewenang untuk memansukh ayat-ayat tertentu, Baca lebih lanjut

Serial Islamologi – Bab I, Qur’an Suci (1)

Oleh : Maulana Muhammad Ali MA LLB.

Daya kemampuan para Nabi untuk menerima Firman Allah begitu tinggi perkembangannya hingga mereka mampu menerima risalah Ilahi, yang ini bukan hanya berbentuk angan-angan yang dimasukkan ke dalam kalbu, atau berbentuk kata-kata yang diucapkan atau didengar dibawah pengaruh Roh Suci, melainkan pula benar-benar risalah Tuhan dalam bentuk kata-kata yang disampaikan melalui Roh Suci (malaikat Jibril). Menurut istilah Islam, ini disebut wahyu matluw atau wahyu yang dibaca dan dalam bentuk inilah Qur’an Suci dari awal hingga akhir disampaikan kepada Nabi Suci.

Bagaimana dan bilamana Qur’an Suci diturunkan

Sumber asli (1)dari semua ajaran dan syari’at Islam ialah Kitab Suci yang disebut al-Qur’an (2) Kata Qur’an berulangkali disebutkan dalam Kitab itu sendiri (2:185; 10:37, 61; 17:106 dan sebagainya) yang menguraikan pula kepada siapa, bilamana, dalam bahasa apa, serta bagaimana dan mengapa Qur’an itu diturunkan. Qur’an diwahyukan kepada Nabi Suci Muhammad saw. Qur’an berfirman: “Dan yang beriman kepada apa yang diwahyukan kepada Muhammad, dan ini kebenaran dari Tuhan mereka” (47:2). Baca lebih lanjut

Serial Islamologi – Muqadimah; Pengertian “Agama Islam”

Oleh : Maulana Muhammad Ali MA LLB.

Kata Islam makna aslinya masuk dalam perdamaian  dan orang Muslim ialah orang yang damai dengan Allah dan damai dengan manusia. Damai dengan Allah artinya, berserah diri sepenuhnya kepada kehendak-Nya, dan damai dengan manusia bukan saja berarti menyingkiri berbuat jahat atau sewenang-wenang kepada sesamanya melainkan pula ia berbuat baik kepada sesamanya.

 

Islam bukan Muhammadanisme

Masalah penting yang pertama kali harus diperhatikan dalam membahas agama 1 Islam ialah, bahwa nama agama ini bukanlah Muhammadanisme seperti anggapan orang Barat pada umumnya, melainkan Islam. Muhammad adalah nama Nabi yang kepadanya agama ini diwahyukan. Para penulis Barat mengambil nama beliau sebagai nama agama ini yaitu Muhammadanisme, berdasarkan analogi nama-nama agama seperti Christianity, Buddhisme, Confusianisme dan sebagainya. Baca lebih lanjut

Tafsir Surat (83) At-Tatfif (Melalaikan kewajiban)

Oleh  : DR. Basharat Ahmad

Surat ini, At-Tatfif (Melalaikan kewajiban), termasuk golongan wahyu permulaan yang turun pada masa awal Mekkah. Jika dalam surat sebelumnya, Al-Infitar (Terbelah), mengungkapkan rahasia pencatatan amal perbuatan kita baik berupa amal kebaikan dan kejahatan yang terekam rapi dan tiada yang terlewat sedikitpun sehingga manusia dapat dibagi dalam dua klasifikasi golongan, yakni golongan manusia yang  tulus atau manusia golongan jahat, maka didalam surat ini kita disajikan tentang gambaran lebih lanjut dari dua klasifikasi golongan tersebut. Baca lebih lanjut

Serial Islamologi – Iman Kepada Allah [1-b], Ke-Esaan Allah

Oleh : Maulana Muhammad Ali MA LLB.

Keesaan Allah

Semua pokok ajaran Islam dibahas sepenuhnya dalam Qur’an Suci, demikian pula ajaran iman kepada Allah, yang intinya adalah beriman kepada Keesaan Allah (tauhid). Kalimah Tauhid yang sudah terkenal ialah laa ilaaha illallah. Kalimah ini terdiri dari empat perkataan, yakni la (tidak), ilaaha (Tuhan), illa (kecuali), Allah (nama Tuhan yang sebenarnya). Jadi, kalimah itu yang biasa diterjemahkan tak ada Tuhan selain Allah,mengandung arti, bahwa tak ada Tuhan yang pantas disembah selain Allah. Kalimah syahadat inilah yang jika digabungkan dengan syahadat Rasul –Muhammadur-Rasulullah– orang sudah diakui sah sebagai orang Islam. Baca lebih lanjut

Serial Islamologi – Iman Kepada Allah [1-a], Adanya Allah

Oleh : Maulana Muhammad Ali MA LLB,

Pengalaman jasmani, batin, dan rohani manusia

Dalam semua Kitab Suci, adanya Allah dianggap sepenuhnya sebagai kebenaran axioma. Akan tetapi Qur’an Suci mengemukakan banyak bukti untuk membuktikan adanya Tuhan Yang Maha Luhur, Pencipta dan Pengatur semesta alam. Dalam uraian ringkas ini, kami hanya bisa menyebutkan tiga bukti yang amat penting, yang terutama sekali dibahas di dalam Qur’an Suci. Pertama, bukti yang diambil dari peristiwa alam, yang dapat disebut pengalaman rendah atau pengalaman jasmani manusia. Kedua, bukti tentang kodrat manusia, yang disebut pengalaman batin manusia. Ketiga, bukti yang didasarkan atas Wahyu Ilahi kepada manusia, yang dapat disebut pengalaman tertinggi atau pengalaman rohani manusia. Baca lebih lanjut

Serial Islamologi – Iman Kepada Allah [1-c], Sifat-sifat Allah

Ada sebuah kiriman dari pengunjung weblog dengan Judul “ALLAH ISLAM SESUNGGUHNYA” dan uraian yang panjang lebar yang mencoba menjelaskan pengertian tentang Allah yang tentu saja jauh menyimpang dan berbeda dari pemahaman kaum Muslimin, lalu pada akhir penjelasannya dia menyimpulkan sbb: “Benarkah Allah adalah Tuhan? Ataukah ia hanyalah iblis yang menyamar sebagai Tuhan? Renungkanlah dengan hati nurani anda!”

Tabi’at sifat-sifat Allah

Sebelum kami membicarakan sift-sifat Allah, perlu kami mengingatkan para pembaca tentang adanya salah paham mengenai Tabi’at Tuhan. Dalam Qur’an Suci, Allah dikatakan sebagai Yang melihat, mendengar, berbicara, marah, mencintai, penuh kasih sayang, menguasai, mengawasi dan sebagainya. Tetapi digunakannya sifat-sifat itu janganlah diartikan bahwa Allah itu seperti manusia 6, karena dalam Qur’an Suci diuraikan seterang-terangnya bahwa Allah adalah di atas segala paham kebendaan. Baca lebih lanjut

JIHAD

Makna Jihad telah mengalami penyempitan makna saat ini, padahal Jihad yang dimaksud dalam Islam begitu luas dan dalam. Jihad hanya dipahami sebagai perang saja dan bahkan lebih sempit lagi dimaknai sebagai perang untuk menyiarkan Islam. Semua itu adalah keliru dan tidak sesuai dengan ajaran Rasulullah Muhammad SAW, mengenai Jihad. Tulisan ini berusaha mengupas makna Jihad secara lengkap dan mendudukkan persoalan Jihad pada konteks yang sebenarnya.

Arti kata jihad

Banyak sekali terjadi salah paham tentang arti jihad dalam Islam, yaitu kata jihad dianggap sama artinya dengan perang. Bahkan para penyelidik besar bangsa Eropa yang pintar-pintar pun tak mau susah payah membuka buku Kamus Bahasa Arab atau menggali Qur’an Suci untuk menemukan arti jihad yang sebenarnya. Kesalah-pahaman itu begitu luas hingga seorang sarjana kenamaan, A.J. Wensinck, pada waktu menulis susunan Hadits: A handbook of Early Muhammadan Tradition, selain tak membuat suatu referensi mengenai kata jihad, ia menunjukkan kepada para pembaca kata perang, seakan-akan dua perkataan itu sama artinya. Bahkan kesalah-pahaman Baca lebih lanjut