Oleh : DR. Basharat Ahmad
Surat ini diturunkan di Mekkah. Didalam surat sebelumnya, Al-Ghashiyah (Peristiwa menakutkan yang melingkupi), tekanan utama diletakkan pada topik – agama fitrah yang bekerja sesuai dengan perintahNya – yang berakibat akan digelarnya amal perbuatan kita di kemudian hari. Nabi Suci Muhammad s.a.w. telah diberitahu untuk mengajak manusia menuju agama ini tidak dengan paksaan. Sebaliknya, kewajiban beliau hanyalah mengajak umat manusia kepada agama ini dan mengingatkan mereka atas fitrah mereka yang sesuai dengan Islam. Namun, para penolak dan mereka yang berkeberatan untuk mendengarkan kebenaran yang disiarkan oleh Nabi Suci serta para sahabatnya tidak diperkenankan untuk memaksakan penggunaan kekerasan untuk menyampaikan kebenaran ini kepada mereka, akan tetapi justru para penentang itu tidak pernah bosan menggunakan kekerasan dalam melakukan aksinya untuk mencegah beliau membawakan risalah dakwahnya.
Akibatnya, sebagai sarana untuk mempertahankan Islam tersebut Nabi Suci saw. dan para sahabat dipaksa menggunakan tindakan yang tidak biasa, yang dalam istilah Islam disebut jihad fi sabil-lil-Lah (berperang di jalan Allah). Yakni, demi menjaga dan mempertahankan kebenaran maka diperlukan perjuangan (Perang) dimana untuk mengatasi segala macam kesulitan diperlukan segala jenis pengorbanan baik harta maupun jiwa dan beribadah untuk memohon kekuatan dengan doa kepada Allah, Yang Maha-tinggi. Sebagai tambahan atas perkara ini, selain pada masa Nabi Suci, sesungguhnya pada setiap abad diperlukan pula suatu jihad (perjuangan) kaum muslimin yang lain, yakni suatu mandat untuk senantiasa berjuang melawan hawa-nafsunya sendiri untuk menegakkan Islam. Dalam rangka menaklukkan hawa nafsu dan dorongan jahat yang memerintahkan kejahatan pada dirinya, kaum Mukmin harus mengalami berbagai macam cobaan dan penderitaan dengan melakukan segala macam pengorbanan. Dan diatas segalanya dia harus melakukan ibadah dan berdoa dengan sungguh-sungguh yang merupakan sarana yang paling utama untuk mendekatan diri kepada Allah. Oleh karena itu, seorang mukmin harus selalu ingat untuk terus menerus berjuang mengendalikan hawa nafsu dalam dirinya seperti yang disebutkan dalam surat ini, Al-Fajr (Waktu Fajar), dan merenungkan perjuangan yang telah dilakukan oleh Nabi Suci beserta para Sahabat. Begitu pula surat ini membawakan berita gembira yang akan diberikan kepada mereka menyangkut sukses yang setinggi-tingginya yang akan diraih. Diterangkan pula metode yang dijalankan oleh seorang mukmin yang bertempur melawan hawa-nafsunya sendiri dan mencapai keberhasilan akan bisa dicontoh oleh setiap Muslim yang lain yang berjihad di jalan Allah dan karenanya dia juga akan mencapai sukses dalam perjuangan tersebut, baik dalam menaklukkan nafsunya maupun terhadap kaum kafir. Inilah jalan, yang harus dilalui oleh manusia, yang akan menolongnya mendaki ketingkat spiritual yang lebih tinggi dalam perjalanannya untuk menuju kepada Allah dan mencapai keridhaanNya. Baca lebih lanjut
Filed under: Tafsir Anwarul Qur'an | Tagged: basharat, Islamologi, Studi Islam, Tafsir Qur'an Suci, Tajdid Islam | Leave a comment »